Langsung ke konten utama

Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih



MAKALAH
TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH (GOOD AND CLEAN GOVERNMENT)
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu
M. Hasib
Description: Description: G:\logo terbaru.jpg

DITULIS OLEH:
1.   ANGGA RIFAUZI
2.   ATINA AMALIYA SULHA
3.   FIKRIYATU ZAKIYAH
4.   NURILLIA AINIA RATRI
5.   SEPTI CAHYA NINGTYAS

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS (TBI-1B)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
2015
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, kami juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik kesehatan maupun fikiran.
            Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan tugas Pendidikan Kewarganegaraan dengan topik inti Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih ini. Kami sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak M. Hasib selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan  serta semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
            Kami menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.
            Demikian semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi kami. Amin.




Tulungagung, Oktober 2015

Penyusun
 
 









BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR  BELAKANG
Kita sebagai warga Indonesia membutuhkan kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan. Membutuhkan pemimpin yang bijaksana serta mengayomi dan melayani masyarakat dengan baik. Menjadi perwakilan rakyat yang jujur dan amanah dalam menjalankan tugas pemerintahan.
Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan judul “TATA KELOLA YANG BAIK DAN BERSIH”. Agar pembaca mengetahui bagaiman kondisi pemerintahan yang saat ini sedang terrjadi di Indonesia.

B.     RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara mewujudkan Good Governance?
2. Bagaimana cara mewujudkan Clean Government?

C.    TUHUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui cara mewujudkan Good Governance.
2. Untuk mengetahui cara mewujudkan Clean Government.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    GOOD GOVERNANCE HARUS SEGERA DIWUJUDKAN
Artikel ini ditulis oleh 2 (dua) orang peneliti dari (CIDES) Jakarta, yakni Fathullah dan MHR Songge. Tulisan ini menyoroti tenteng adanya proses transisi Indonesia dari Orde Baru ke Orde Reformasi yang diawali oleh gerakan mahasiswa pada tahun 1998. Peneliti beranggapan bahwa kesalahan kepemimpinan di Indonesia, mulai dari Orde Lama sampai Orde Baru adalah terjadinya kesalahan kebijakan,  penyimpangan, dan penyalahgunaan kekuasaan, khususnya dalam konteks penyelenggaraan fungsi dan pemerintahan. Kesalahan kebijakan dan penyimpangan kekuasaan tersebut bisa ditelusuri lewat bidang ekonomi, politik dan budaya yang diterapkan oleh pemerintah masa lalu.
Dalam konteks ekonomi misalnya terdapat kesalahan kebijakan pemerintahan yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan yang menerpa bangsa Indonesia hingga menyentuh pada titik yang memprihatinkan. Dalam konteks politik, penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan dapat di lihat pada dominasi dan hegemoni penyelenggara Negara terhadap rakyat, sehingga secara tidak langsung membuat ketimpangan pemberlakuan hukum bagi pelaksana pemerintahan dengan rakyat sendiri. Sedangkan dalam bidang budaya, terdapat kesalahan kebijakan pada adanya dominasi budaya tertentu, sehingga budaya-budaya local lainnya tidak sempat tergali dan tenggelam dalam kancah budaya nasional. Melihat fenomena ketimpangan 3 faktor tersebut, penulis menawarkan sebuah tatanan yang lebih bersih dan accountable melalui penerapan Good Governance di Indonesia.
Tulisan ini sangat urgen dan signifikan membantu mahasiswa untuk memahami tentang perlunya perwujudan dan penegakan Good Govermace di Indonesia, sehingga semangat reformasi yang diusung dalam gerakan kemahasiswaan dapat terwujud, yakni menciptakan pemerintahan Negara Indonesia yang baik serta bersih, baik pada tingkat local maupun nasional.
KELOMPOK KEPENTINGAN DAN CLEAN GOVERNMENT
Tulisan la Ode Ida ini “menyoroti” tentang naik nya Megawati Soekarno Putri sebagai presiden Indonesia yang ke -5. Dalam perspektifnya, nya Megawati sebagai kepala Negara dan pemerintahan menimbulkan rasa pesimis akan dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dari kepentingan individual dan kelompok, karena naiknya Megawaati tidak dilandasi dengan “kontrak politik” yang mengedepankan Megawati sebagai figure yang memiliki visi penegakan reformasi, tetapi karena kepentingan untuk memperebutkan dan atau bagi-bagi kekuasaan.
Pendapat ini setidaknya berawal dari analisis bahwa telah terjadi perebutan kekuasaan dari berbagai kelompok yang memiliki kepentingan (interest groups) terhadap naiknya Megawati yang sebelumnya merupakan wakil Presiden Abdurrahman Wahid. Kelompok kepentingan tersebut, secara tidak langsung akan membawa implikasi terhadap munculnya model pemerintahan yang tidak accountable sebagaimana yang diharapkan dalam konsep pemerintahan yang baik (Good Governance).
Artikel ini secara umum ingin menampilkan watak kelompok yang memiliki kepentingan dengan upaya penegakan Good Governance di Indonesia Apakah adanya kelompok kepentingan yang ditampilkan dengan wajah parpol akan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN dan segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan ? pertanyaan tersebut, dapat didiskusikan bersama di kalangan mahasiswa untuk memahami secara mendalam tentang kendala yang dapat menghambat terwujudnya Good Governance di Indonesia.

TRANSPARASI DAN AKUNTABILITAS DALAM NEGARA DEMOKRASI
Dalam paham Negara demokrasi modern, kontrol rakyat terhadap penyelenggara Negara merupakan terjemahan yang sempurna dari asas kedaulatan rakyat. Demikian kutipan perspektif yang dimunculkan oleh Hendardi dalam menyikapi perlunya kontrol rakyat untuk menunjang transparasi dan akuntabilitas penyelenggara Negara.
Tulisan ini memperkuat subpokok bahasan tentang transparasi dan akuntabilitas sebagai asas fundamental dalam penegakan Good Governance di Indonesia, baik pada tingkat local (daerah) maupun nasional. Secara umum, tulisan ini juga mengedepankan semangat untuk mendorong masyarakat (rakyat) menjadi subjek bagi kekuatan kontrol terhadap kebijakan diskriminatif yang dilakuakan oleh penyelenggara Negara dengan menggunakan media pers dan atau kebebasan mengemukakakn pendapat di muka umum.
Opini Hendardi ini setidaknya bisa merangsang mahasiswa sebagai bagian dari agent of social changes untuk terlibat aktif dalam rangka memberdayakan masyarakat sehingga menjadi rakyat yang kritisterhadap penyelenggaraan Negara sehingga terwujud model pemerintahan yang transparan dan akntable. Oleh karenanya, dalam proses pembelajaran, tulisan ini bisa disampaikan dengan menggunakan beberapa strategi pembelajaran active learning dengan menempatkan mahasiswa sebagai subjek yang dominan dalam mengulas persoalan yang dimunculkan dalam artikel ini.

PARTISIPASI PUBLIK PEREMPUAN DAN KONTROL TERHADAP KORUPSI
Partisipasi perempuan dalam konteks penegakan hukum dan pemberantasan KKN menjadi sorotan dalam reportase ini. Berita yang diturunkan kompas 10 februari 2003 hendak memosisikan keterlibatan perempuan dalam upaya mendukung terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntable. Keikutsertaan perempuan dalam konteks penegakan Good Geovernance, kelihatannya tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena pada dasarnya antara perempuan dan laki-laki dalam konteks partisipasi politik memiliki kesamaan hak. Hanya saja dalam konteks parlemen di Indonesia (DPR) jumlah perempuan masih lebihh sedikit jika dibandingkan laki-laki, padahal jika merujuk hasil penelitian Bank Dunia yang dipaparkan dalam Development menunjukan bahwa jumlah perempuan yang lebih besar di dalam kehidupan publik, maka akan menurunkan tingkat korupsinya.
Berita kompas ini perlu dikaji secara mendalam oleh mahasiswa terutama untuk sama-sama menyamakan persepsi bahwa antara laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki kesamaan hak untk melakuakan kontrol terhadap penyelenggara Negara yang diskriminatif, tidak akuntable serta tidak transparan.
Meskipun proses state formation telah berlang sejak Indonesia merdeka sampai pada masa reformasi ini, hasil-hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan atau belum optimal. Bahkan perkembangan terakhir menjurus kepada kondisi disintegrasi bangsa dan ancaman serius bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Denga pergantian pemerintahan, dari orde lama ke orde baru, dilanjutkan pada pemerintahan reformasi hingga pemerintahan Gus Dur sekarang ini, yang diharapkan mampu belajar dari kesalahan dan kelemahan pendahulunya, ternyata tidak membawa perubahan yang berarti. Berbagai persoalan bangsa yang dihadapi pada hakikatnya bersumber pada adanya kesalahan kebijakan, penyimpangan dan penyalah gunaan kekuasaan, khususnya yang berkaitan dengan  penyelenggaraan fungsi dan tugas pemerintahan.
            Dalam bidang ekonomi misalnya, kemiskinan yang dialami bangsa Indonesia telah berada pada tataran yang memperihatinkan. Kemiskinan pada hakikatnya lebih disebabkan oleh adanya kesalahan kebijakan dan penerapan kebijakan ekonomi politik dimasa lalu. Bahkan hingga saat ini masih terjadi, disatu sisi terlalu sentralistik dan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, namu disisi lain mengabaikan pemerataan dan prinsip-prinsip keadilan ekonomi. Sehingga melahirkan kesenjangan dan keterbelakangan dalam masyarakat.
            Sedangkan dibidang politik penyimpangan dan penyalah gunaan kekuasaan sangat dirasakan. Terutama dengan dominanya kepentingan penguasa dalam menentukan kehidupan rakyat. Oleh karena itu dalam bidang hokum menyebabkan terciptanya ketidak adilan masyarakat serta terjadinya krisis penegakan hokum yang diikuti krisis kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hokum hingga saat ini.
            Sedangkan dalam bidang budaya terjadi berbagai kesenjangan dan ketakberdayaan yang diakibatkan oleh penyeragaman budaya yang diwarnai oleh adanya dominasi budaya tertentu. Sehingga budaya-budaya local cenderung ditenggelamkan dalam kancah kebudayaan Nasional.
            Dilihat dari sumber masalahnya, maka tidak bisa dipungkiri bahwa kesalahan kebijakan dan penerapannya adalah menjadi bagian dari tanggung jawab pemerintahan. Dengan kata lain pertanggung jawaban itu harus terwujud dalam suatu agenda penyelenggaraan Good Governance (Tata pemerintahan yang baik). Sebab dengan agenda inilah cita-cita bangsa untuk mewujudkan suatu masyarakat madani (Civil Society) akan menjadi suatu kenyataan.
            Dengan demikian, maka reformasi menjadi suatu gerbang transformasi yang terpenting sebagai langkah awal fundamental untuk membangun Good Governance, suatu kebijakan dalam bidang pemerintahan. Dan harus diakui bahwa kebijakan itu telah dimulai. Pada masa presiden Bj Habibie dengan meletakkan landasan-landasan demokratisasi seperti diberinya ruang kebebasan pers, terciptanya system pemilu yang demokratis, kebijakan otonomi daerah sebagai wujud dari rasa keadilan masyarakat daerah, penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN dan supermasi hokum, yang belakangan ini masih menjadi persoalan mendasar yang belum terpecahkan. Selain itu kebijakan yang sangat penting dari masa pemerintahan BJ Habibie adalah kebijakannya untuk mendesakralisasikan lembaga kepresidenan yang selama pemerintahan orde baru merupakan sesuatu yang mustahil dapat dilakukan. Langkah-langkah tersebut tidak akan ada artinya bagi bangsa ini, jika tidak disertai dengan kebijakan-kebijakan yang konkrit.
            Kepedulian lembaga internasional good governance menurup konsep yang didefinisikan oleh united nations development program dalam dokumen kebijakannya yang dikeluarkan pada Januari 1997 adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan Negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dasn sector swasta. Dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik itu perlu dibangun dialog antar pelaku penting dalam Negara, agar semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut. Tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog ini, kesejahteraan tidak akan tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat tersumbat.
            Adapun cirri – cirinya (1) mengikut sertakan semua partisipasi (2) tranparan dan bertanggung jawab (3) efektif dan adil (4) menjamin adanya supremasi hokum (5) menjamin bahwa prioritas politik, social, dan ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat (6) memerhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumberdaya pembangunan (7) sisi strategis pemimpin sertta masyarakat yang mampu melihat jauh kedepan atas pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia.
            Kondisisi penyelenggaraan pemerintahan yang selama ini sangat memprihatinkan dan tidak tertangani sendiri oleh pemerintahan Indonesia, mengundang kepedulian pihak UNDP untuk membuat program – program bantuannya dalam menciptakan pemerintahan good governence. Untuk berbagai bantuan ini, sebagai mana yang disinyalir media masa beberapa waktu lalu, UNDP akan kembali menyiapkan bantuan dananya sebesar 300.000$ AS yang telah ditandatangani oleh pemerintahan Indonesia. Dana sebesar itu menurut administrator UNDP Mark Malloch Brown sebagai dana tahap awal, yang pada tahap berikutnya jumlahnya akan di kaji lebih lanjut.
            UNDP melalui perwakilannya di Jakarta, hanya salah satu dari beberapa lembaga Nasional yang cukup intens dalam keterlibatannya dalam program Good Governance di Indonesia. Bahkan bersama bank dunia menjajdi coordinator dari program tersebut yaitu melalui proyek revormasi di bidang penegakan hokum, otonomi regional, penguatan kelembagaan legislative system pemilihan umum, birokrasi, corporate governance dan penguatan masyarakat sipil. Sedangkan yang khusus pembaruan system kepegawaian dan pelayanan masyarakat ditangani oleh bank dunia. Sementara tata pengaturan dunia usaha menjadi tanggung jawab bank pembangunan asia.
            Agenda program UNDP yang secara khusus berkaitan dengan good governance itu adalah program BUILD yang memperkenalkan prinsip – prinsip kepemerintahan yang baik dan mengandung unsure keterbukaan, kesempatan, dan tanggapan terhadap pendapat, keterlibatan, partisipasi, maupun pertanggung jawaban.
            Perhatian yang begitu besar telah ditunjukkan oleh UNDP dan juga lembaga 0 lembaga internasional lainnya dalam upaya mewujudkan good governance ini menunjukkan kepada kita suatu ironisme yang patut di jadikan kesabaran. Terutama kepada para elite politik dan birokrat kita yang saat ini  malah sibuk memperebutkan posisi. Akibatnya kewajiban utamanya membenahi dan mengatasi persoalan bangsa dan Negara ini terabaikan, malah menjadi garapan orang lain atau lembaga – lembaga asing. Sungguhpun kenyataan demikian, para elite yang tahu diri an tahu malu masih tetap juga mencari – mencari kesalahan, dan menuduh tanpa dasar keterlibatan orang atau lembaga asing tersebut. Misalnya terhadap UNDP sendiri, seirng dituding sebagai perpanjangan tangan asmerika serikat, pro Israel, zionisme Yahudi, atau anti islam.
            Tentu saja, dengan adanya program good governance dari UNDP ini merupakan bukti konkret dan sangat sesuai dengan tuntutan pemerintahan yang kita butuhkan saat ini. Oleh sebab itu, kita sebagai bangsa tidak saja harus bersyukur karena bantuan tersebut , akan tetapi juga yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan program bantuan dan konsep – konsep mengenai good governance itu sangat optimal, memenuhi tujuan yang di harapkan.
            Dengan kata lain bahwa adanya bantuan itu harus dilihat sebagai tantangan yang sekaligus juga rangsangan bagi percepatan terwujudnya tata pemerintaha yang baik.baik di pusat maupun di daerah dalam era otonomi daerah yang tengah berjalan.

B.     KELOMPOK KEPENTINGAN DAN CLEAN GOVERNMENT
Adakah garansi, dengan terpilihnya Megawati Soekarno Putri sebagai presiden ke lima RI menggantikan Gus Dur akan mampu menciptakan pemerintahan yang bersih (Clean Government) ? Atas pernyataan ini, kendati untuk mengujinya masih memerlukan proses kedepaan, namun kalau kita berangkat dari fenomena yang mengitari sumbu kekuasaan pemerintahan baru ini, boleh jadi kita pesimis. Bahkan bukan mustahil terjadi sebaliknya, berlangsungnya “praktik pemerintahan yang kotor” mewarisi watak era orde baru, yang hakikatnya berlawanan dengan semangat reformasi.
Kesimpulan awal itu mungkin bisa dianggap terlalu tergesa – gesa dan apriori. Namun, sebenarnya didasari oleh beberapa alasan yang kecenderungannya mengarah kepada konklusi yang memprihatinkan.
Pertama, kontrak politik yang menaikkan Megawati jadi presiden tidak berangkat dari pertimbangan keuunggulan Megawati dengan visi penegakan reformasi (termasuk membangun clean government), tetapi karena kepentingan untuk memperebutkan dan atau bagi-bagi kekuasaan. Harus diakui, salah satu penyebab sekaligus menjadi awal kemarahan politisi terhadap Gus Dur adalah kebijakan dan tindakannya dalam membongkar pasang cabinet dengan mengganti sebagian menteri yang menjadi titipan para politisi dari beberapa parpol.
Para politisi beranggapan, pemerintahan baru bisa berjalan aman bila pos-pos strategis dibagi rata sehingga memuaskan  “birahi kekuasaan” politisi. Kecenderungan ini makin terbuka saat penyusunan kabinet Megawati, dimana masing-masing parpol secara terbuka minta jatah. Megawati sendiri tentu diharapkan memahami dan mengakomodasi tuntutan itu. Kalau tidak bukan mustahil akan menjadi ganjalan tidak ringan dalam  menjalankan roda pemerintahannya.
Persoalannya, mengapa dukungan terhadap Megawati harus dikaitkan dengan balas budi berupa jatah duduk dikabinet? Mengapa tidak menempatkan orang-orang professional yang memiliki record baik dan bukan figure warisan orde baru? Tampaknya tak bisa dipungkiri, target memperoleh posisi dikabinet berkati dengan peluang-peluang jabatan yang jujur saja.
Pada saat yang sama, sisa-sisa kekuatan orde baru yang masih bertahan, dengan memberi dukungan kepada Megawati berharap bisa mengamankan kekuasaan dan jaringan –jaringan strategisnya hingga di daerah-daerah yang pada kenyataannya masih terus melangsungkan praktik-praktik kotor kebiasaan birokrasi pemerintahan sebelumnya. Singkatnya, dibalik maneuver para politisi untuk merebut kekuasaan sebenarnya ada “niat jahat” untuk minta ditolerir dalam memanfaatkan jabatan.
Kedua, sudah menjadi rahasia umum lingkaran yang ada disekitar Megawati berisikan figure-figur yang masih amat diragukan “kebersihannya”. Bahkan kelompok suami megawati sendiri, Taufik Kiemas, sudah tidak menjadi rahasia lagi sebagai penguasa yang terus memperkuat posisi usaha yang tentu saja akan selalu mudah memperoleh dan atau didukung akses luas diberbagai lini.
Di sini akan terjadi konflik kepentingan. Disatu pihak ada tuntutan public untuk membersihkan pemerintahan yang harus mulia dari lingkaran terdekat, dipihak lain, ada kepentingan untuk “memanfaatkan” kesempatan semasa megawati berkuasa. Ini terjadi karena kita belum memiliki ketentuan yang mengatur secara paksa, keluarga presiden harus membebaskan seluruh usaha bisnisnya selama berkuasa, yang dengan sendirianya tetap memberi peluang menyalahgunakan kekuasaan.
Pengawasan terhadap segala kebijakan, tindakan, dan sepak terjang lingkungan keluarga presiden termasuk wakil presiden, sebenarnya harus dilakukan lembaga control baik dari DPR maupun, misalnya, badan pengawasan keuangan (BPK). Tetapi, dalam kondisi tidak akan ada aposisi yang efektif, apalagi bila perjuangan mereka kini bisa terwujud dengan memperoleh jatah cabinet, maka mereka juga sebenarnya juga sudah menjebak diri sehingga tak akan pernah bisa melakukan control terhadap pemerintahan megawati. Bagaimana bisa mengkontrol sementara mereka sendiri merupakan bagian yang harus dikontrol. Boleh jadi akan mengancam posisi yang (akan) dimiliki. Maka kemungkinan besar yang terjadi adalah “saling memahami dan mengamankan”.
Kondisi seperti ini akan melanggengkan praktik pemerintahan yang kotor yang merupakan warisan orde baru, dimana para pejabat dan penentu kebijakan politik Negara yang menggerogoti dan menciptakan tradisi pemerintahan yang tidak bersih. Apalagi pada saat yang sama, belum ada lembaga masyarakat nonpemerintah yang secara khusus memfokuskan perhatian pada upaya mengontrol lembaga kepresidenan atau kalaupun ada, belum tentu memperoleh akses dan dukungan politik formal dalam menjalankan fungsinya. Justru kemungkinan besar akan dibendung kuat jaringan politik yang saling mengamankan itu.
Ketiga, kepemimpinan Megawati ada diatas pilar birokrasi warisan orde baru dimana para penentu kebijakan, mulai dari jajaran kelembagaan pemerintah pusat hingga daerah-daerah otonom, masih didominasi kader-kader warisan orde baru. Kalaupun ada upaya Megawati dan jajaran PDI Perjuangan termasuk Hamzah Haz (PPP) untuk membersihkan birokrasi pemerintahan dengan menyingkirkan figure-figur warisan orde baru, kemungkinan besar akan mengalami hambatan karena akan dihadapi atau dikompromikan dengan kekuatan orde baru (Golkar dan TNI atau Polri) yang menjadi pendongkel Gus Dur sekaligus pendukungnya sehingga tampil sebagai presiden.
Ini berarti, factor perhitungan jasa kekuatan pendukung akan menyulitkan Megawati untuk bekerja secara bebas. Apalagi, Megawati dan kelompoknya tak memiliki keinginan serius menjalankan misi kearah pemerintahan yang bersih.
Keempat, keberadaan kader-kader PDI Perjuangan sendiri yang selain belum berpengalaman mengelolah politik dan birokrasi, juga berdasarkan pengalaman selama 2 tahun terakhir, masih amat rentan berhadapan dengan kelompok kepentingan dan politisi yang sudah terbiasa “bermain kotor”. Sementara kader PDI Perjuangan tidak bisa menahan diri atau bahkan sekaligus mendambakan dan terlibat dalam “praktik kotor” itu.
Dalam beberapa kasus pemilihan pemimpin local (gubernur, bupati,  walikota, dan ketua DPRD) dibeberapa daerah di Indonesia selama ini, misalnya mereka sering kalah bertarung bukan karena tidak adanya kekuatan nyata diparlemen, tetapi karena terjebak praktik suap menyuap yang melunturkan seluruh idealisme mereka. Apalagi ditengah berbagai kekurangan pengalaman mereka dalam bermain politik dan mengelola birokrasi, harapan dalam berpolitik adalah untuk memperkaya diri, maka segala sesuatu bisa “dihalalkan” hanya untuk memperoleh materi.
Kelima, kelompok – kelompok kepentingan warisan orde baru yang sebagian masuk dalam jaringan politik yang ada, turut memback up Megawati tampil sebagai presiden, bahkan diantaranya juga merupakan fungsionaris penting PDI perjuangan, tentu akan terus berusaha survive, dimana Megawati boleh jadi akan cenderung toleran terhadap mereka. Kita catat, misalnya, figure – figure seperti Ginanjar Kartasamita (Golkar), Arifin Panigoro (PDI Perjuangan), dan sejumlah figure mantan pejabat dan pengusaha masa orde baru yang dipengujung kepemimpinan Gus Dur gencar dipersoalkan atau sedang diproses, niscaya akan sulit dilanjutkan Megawati.
Soalnya, baik secara pribadi, kelompok maupun kelembagaan politik afilisiasinya, mereka merupakan kekuatan yang sangat efektif turut mendongkel Gus dur dan mendongkel Megawati. Sehingga kalau dipersoalkan oleh Megawati, apalagi secara berani mempersoalkan para pejabat atau fungsionaris parpol warisan orde baru yang hingga kini masih aman – aman menikmati “harta Negara dan rakyat yang dirampas itu”, tentu akan selalu menjadi batu sandungan Megwati dalam menjalankan roda pemerintahannya. Ini artinya, dari segi penegakan hokum untuk menjalankan misi luhur reformasi, megawati akan mengalami kesulitan, karena ia sudah menjebak diri dengan memperoleh dukungan atau kontrak politik untuk saling mengamankan itu.
Singkatnya, dari berbagai berbagai pertimbangan seperti diuraikan diatas, kita terlalu berlebihan bila berharap, kehadiran megawati adalah sebuah solusi yang bisa membersihkan birokrasi pemerintahan. Bahkan, bukan mustahil kepemimpinan Megawati bisa merupakan awal dari bangkitnya kembali kekuatan politik dengan kinerja pemerintahan berwatak orde baru yang syarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).











BAB III
PENUTUP


A.    SIMPULAN
Dengan adanya program good governance dari UNDP ini merupakan bukti konkret dan sangat sesuai dengan tuntutan pemerintahan yang kita butuhkan saat ini. Oleh sebab itu, kita sebagai bangsa tidak saja harus bersyukur karena bantuan tersebut , akan tetapi juga yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan program bantuan dan konsep – konsep mengenai good governance itu sangat optimal, memenuhi tujuan yang di harapkan.
Dengan kata lain bahwa adanya bantuan itu harus dilihat sebagai tantangan yang sekaligus juga rangsangan bagi percepatan terwujudnya tata pemerintaha yang baik.baik di pusat maupun di daerah dalam era otonomi daerah yang tengah berjalan.
Singkatnya, dari berbagai berbagai pertimbangan seperti diuraikan diatas, kita terlalu berlebihan bila berharap, kehadiran megawati adalah sebuah solusi yang bisa membersihkan birokrasi pemerintahan. Bahkan, bukan mustahil kepemimpinan Megawati bisa merupakan awal dari bangkitnya kembali kekuatan politik dengan kinerja pemerintahan berwatak orde baru yang syarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

B.     SARAN
Warga Indonesia membutuhkan kehidupan yang sejahtera, dan berkeadilan. Perwakilan rakyat harus bisa mengayomi dengan baik. Oleh karena itu, sebagai pemimpin rakyat harus menjalankan pemerintahan dengan jujur dan baik agar bisa mewujudkan kehidupan yang berkeadilan.



DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abul., Wahdi Sayuti., Budiman., M. Arief.Buku Suplemen Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).2004.Jakarta:Prenada Media.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

invitation

BAB I PENDAHULUAN A.     LATAR BELAKANG MASALAH “INVITATION” adalah suatu undangan atau ajakan kita pada orang lain. Undangan bisa berupa undangan formal dan non formal. Adapaun isi undangan tersebut adalah nama orang yang diundang, tempat dan waktu. Jadi makalah ini berisi tentang tata cara kita mengundang orang baik formal maupun non formal. B.      RUMUSAN MASALAH 1.       Apa pengertian invitation ? 2.       Bagaimana tata cara yang benar dalam membuat sebuah undangan yang akan ditujukan kepada seseorang secara benar dan tepat ? 3.       Apa saja respon yang tepat dan benar ? C.     TUJUAN PENYUSUNAN 1.       Mengetahui tentang pengertian Invitation ( Undangan) 2.       Mengetahui tata cara yang benar dalam membuat sebuah undangan yang akan di tujukan kepada seseroang secara benar dan tepat 3.       Mengetahui respon secara tepat dan benar BAB II PEMBAHASAN A.     PENGERTIAN INVITATION Invitation (undangan) digunakan untuk meng

konstitusi

  A.     PENGERTIAN KONSTITUSI Konstitusi adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci melainkan hanya menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan kontitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya, konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara.   Adapun pengertian konstitusi menurut para ahli yaitu: a.        Usep Ranawijaya Berpendapat bahwa ada dua arti konstitusi yaitu konstitusi dalam a

KETAHANAN NASIONAL ATAU BELA NEGARA

      KETAHANAN NASIONAL ATAU BELA NEGARA MAKALAH Ditujukan Untuk Memenuhi Syarat Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan” Dosen Pembimbing M. Hasib, SHI, MH. Disusun oleh: 1.       Alfi Qurroti A’yunina             (17203153018) 2.       Fina Ismatul Mu’thi                (17203153031) 3.       Fika Sari Robiatussholikah     (17203153012) 4.       Shoimatul Fikriyah                  (17203153024) KELAS B SEMESTER 1 JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2015/2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas segala limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul  “Ketahanan Nasional Atau Bela Negara”  dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi bagi para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Tadris Bahasa Inggris (TBI) Sholawat d